Kamis, 08 Maret 2012

Duku Membanjir, Air Mata Mengalir,..

Penulis : Rahmadi Djakfar,S.Sos,MTP  Anggota Kelompok pakar DPRD OKI,  Pemerhati masalah social politik.  Alumni Pasca Sarjana Perencanaan Kota dan Daerah UGM Yogyakata
TONJOLAN urat di tangannya semakin jelas, tatkala 20 Kg buah duku dipanggulnya ke dakapan sambil berjalan, Soleha wanita enampuluh tahunan warga desa Talangsari Rantau Alai Ogan Ilir ini, nampak gamang berjalan, setelah dengan pasrah menerima uang Rp 6 juta, dari hasil penjualan buah duku dari kebunnya sejumlah 30 batang, tentu ini bukan situasi yang dikehendaki ibu 6 orang anak, dan 4 orang cucu ini. Sebab bertahun-tahun kebun warisan dua generasi diatasnya tersebut, meskipun tak membuat dia menjadi kaya, namun ada harapan tahunan yang digantung untuk menyelesaikan pembayaran hutang tahunan, ” dua minggu yang lalu, 30 batang ini ditawari Rp.15 juta, namun sekarang Rp. 6 juta sudah lumayanlah, ketimbang tak laku, atau bahkan membusuk di batang, “ ujarnya lirih. Bagi Soleh, kehadiran para pengumpul duku, yang biasa mengoper barang hingga ke jawa ini, bagaikan dewa “penyelamat” ditengah banjirnya buah duku. “ Buahnya luar biasa lebat, lebih dari tahun kemaren, namun ini harganya begini, banyak hutang tak terbayar, ‘ tambah Mutia, putrinya yang baru 6 bulan suaminya meninggal dan sekarang menumpang dirumah Soleha. Soleha, tentu bukan seorang diri, ribuan rumah tangga, di pesisir Sungai Ogan dan Sungai Komering ini bernasib sama, dipasaran duku, biasanya dibandrol paling rendah Rp. 10-12 ribu per kilo, namun sekarang panen melonjak, logika pasar kembali bermain, kini per kilo hanya Rp. 4-5 ribu, bahkan ada yang obral 3 kilo Rp.10 ribu, tentu angka ini di tingkat pengecer, namun di pengumpul dan agen besar dipasar, duku bahkan dihargai paling tinggi Rp.1500- 2000 per kilo. Kegelisahan, Soleha dan petani duku lainnya, tak menyalahkan alam (cuaca ektrem) sepenuhnya. Curah hujan yang tinggi melimpahkan hasil panen, kali ini jadi persoalan sendiri bagi nilai tukar komoditas pertanian yang selalu rendah. Jika kondisi berat ini dirasakan awal bulan maret bagi Soleha dan ratusan petani duku lainnya, tak pelak kesedihan apalagi, yang harus mereka rasakan, akhir bulan maret ini, bahkan lebih berat. Kondisi ini bertanbah berat setelah bulan april, ketika sirene kenaikan BBM (bahan bakar minyak) ditiup kencang ke pelosok negeri. Rakyat seumur Soleha, tentu kenyang dengan tiupan terompet itu, lantaran sebelum ditiup dari Jakarta, media sudah “mengipasi” pasar, hingga lonjakan harga (sembako, ongkos angkutan umum, jasa perorangan, sarana produksi pertanian) sesungguhnya sudah terjadi, sebelum subsidi dan kompensasi menghampiri orang seperti mereka, bahkan sembako sudah duluan merangkak naik, ketika antrean panjang di SPBU, telah terjadi sejak pertengahan tahun kemarin. Akhir Ferbruari hingga awal maret ini Pemerintah menyiapkan dua skenario kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Opsi pertama, harga BBM naik Rp1.500, sehingga menjadi Rp6.000 per liter. Sementara itu, opsi kedua, dipatok besaran subsidi Rp2.000 perliter. Menurut Pemerintah jika opsi pertama dipilih, penghematan subsidi diperkirakan mencapai Rp31,5triliun, meski begitu, versi pemerintah jika opsi kedua yang dipilih, anggaran subsidi lebih terukur. Sebab, penghematannya jelas, yakni Rp2.000 per liter. "Tapi, masalahnya, kalau ditanya berapa inflasinya, itu yang susah. Menurut Pemerintah, dua opsi itulah yang nantinya akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Bagi rakyat senyatanya hanya ada satu opsi ; BBM naik dengan berbagai logika pendukungnya. Sedikitnya ada tiga permasalahan energi yang dilogikan pemerintah saat ini, Pertama, pertambahan penduduk dunia berimplikasi pada meningkatnya konsumsi energi, "Pada 2045 diperlukan tambahan 60-70 persen dari energi yang dihasilkan dunia saat ini, itu semua karena ada raise and demand pada bangsa-bangsa sedunia. Kedua, saat ini energi dapat juga menjadi sumber pertentangan, sumber konflik yang bisa menimbulkan krisis di dunia. Seringkali dalam mengembangkan kebijakan energi nasional, maupun policy global tak sedikit dunia terjebak dalam konflik terbuka perebutan sumber-sumber energi. Ketegangan geopolitik di timur tengah dan kawasan teluk berpengaruh terhadap keberadaan energi tingkat dunia, suplai demand, harga energi, Ketiga datang dari kondisi dalam negeri, beberapa tahun terakhir memang ada kenaikan penggunaan (konsumsi) energi di tingkat nasional, impilikasinya bersifat situasional. harga minyak dunia yang kembali meroket, tentu memliki pengaruh dan dampak yang penting bagi kesehatan APBN, subsidi, fiskal. Soleha, tentu bukan pengguna twitter, tak juga terhubung dengan jejaring social lainnya, apalagi situs resmi dan media online, yang mewartakan opsi kenaikan BBM, scenario kenaikan, bahkan jenis subsidi dan kompensasi yang disiapkan, dia tentu tak faham betapa berpeluhnya pemerintah dan parlemen menjelaskan situasi dunia yang tak bisa dihindari, cadangan minyak mentah, ketegangan di kawasan Teluk, Kontrak Produksi Sharing nasional kita yang tak pernah adil, serta carut marut dunia pertambangan lainnya, yang dia faham akhir maret ini bertambah berat, april seterusnya, lebih berat, tanpa dia tahu akhir scenario, jenis dan volume subsidi/kompensasi, serta politisasi subsidi dan bantuan yang kerap diwartakan tv. Soleha lebih tak mahfum lagi, Pemerintah menyiapkan empat paket kompensasi untuk meredam dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat berupa transfer uang tunai. Bantuan ini menyerupai Bantuan Langsung Tunai, tapi jumlah dan waktu pengucurannya berbeda. Serta paket lainnya adalah menambah subsidi siswa miskin, jumlah penyaluran beras miskin, subsidi pengelola angkutan masyarakat dan desa. Angka perkiraan pemerintah penerima Bantuan Langsung Sementara dan beras miskin diperkirakan mencapai 18,5 juta rumah tangga sasaran, dengan rasion Satu rumah tangga dikali empat jadi 74 juta jiwa, termasuk dalam jumlah ini adalah 30 juta penduduk hampir miskin, 30 juta penduduk miskin, dan sangat miskin, ditambah 14 juta penduduk yang tidak terdaftar selama ini. "Termasuk nelayan dan buruh. Soleha tak meratap, namun jelas tak bisa memberi jawaban, ketika sisa tagihan pembayaran motor yang digunakan putranya untuk ojek, tak kan mampu dilunasinya, belum lagi kebutuhan sehari-hari, harga pupuk untuk musim tanam sawah tahun ini, “Sebagian besar, ini (uang) untuk bayar biaya opname rumah sakit suami, hasil ngutang empat bulan lalu, jadi tak tau bagaimana melunasi (motornya), ” ujarnya sambil melihat puluhan kotak duku diangkut truck. “Untuk orang (konsumsi) Jakarta, soalnya kita sampe pasar induk,” ujar Muklis sopir truk sambil menelan duku yang barusan dikupasnya. Ironis memang, berlimpahnya buah duku hingga membajiri pasar dan eceran. Panen duku melimpah, namun memerahkan matanya, bahkan mengalirkan air mata ratusan Soleha lainnya lainnya. Kawan saya, bergumam, sedikit mendengkur, Berkah beriring “prahara”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kamis, 08 Maret 2012

Duku Membanjir, Air Mata Mengalir,..

Penulis : Rahmadi Djakfar,S.Sos,MTP  Anggota Kelompok pakar DPRD OKI,  Pemerhati masalah social politik.  Alumni Pasca Sarjana Perencanaan Kota dan Daerah UGM Yogyakata
TONJOLAN urat di tangannya semakin jelas, tatkala 20 Kg buah duku dipanggulnya ke dakapan sambil berjalan, Soleha wanita enampuluh tahunan warga desa Talangsari Rantau Alai Ogan Ilir ini, nampak gamang berjalan, setelah dengan pasrah menerima uang Rp 6 juta, dari hasil penjualan buah duku dari kebunnya sejumlah 30 batang, tentu ini bukan situasi yang dikehendaki ibu 6 orang anak, dan 4 orang cucu ini. Sebab bertahun-tahun kebun warisan dua generasi diatasnya tersebut, meskipun tak membuat dia menjadi kaya, namun ada harapan tahunan yang digantung untuk menyelesaikan pembayaran hutang tahunan, ” dua minggu yang lalu, 30 batang ini ditawari Rp.15 juta, namun sekarang Rp. 6 juta sudah lumayanlah, ketimbang tak laku, atau bahkan membusuk di batang, “ ujarnya lirih. Bagi Soleh, kehadiran para pengumpul duku, yang biasa mengoper barang hingga ke jawa ini, bagaikan dewa “penyelamat” ditengah banjirnya buah duku. “ Buahnya luar biasa lebat, lebih dari tahun kemaren, namun ini harganya begini, banyak hutang tak terbayar, ‘ tambah Mutia, putrinya yang baru 6 bulan suaminya meninggal dan sekarang menumpang dirumah Soleha. Soleha, tentu bukan seorang diri, ribuan rumah tangga, di pesisir Sungai Ogan dan Sungai Komering ini bernasib sama, dipasaran duku, biasanya dibandrol paling rendah Rp. 10-12 ribu per kilo, namun sekarang panen melonjak, logika pasar kembali bermain, kini per kilo hanya Rp. 4-5 ribu, bahkan ada yang obral 3 kilo Rp.10 ribu, tentu angka ini di tingkat pengecer, namun di pengumpul dan agen besar dipasar, duku bahkan dihargai paling tinggi Rp.1500- 2000 per kilo. Kegelisahan, Soleha dan petani duku lainnya, tak menyalahkan alam (cuaca ektrem) sepenuhnya. Curah hujan yang tinggi melimpahkan hasil panen, kali ini jadi persoalan sendiri bagi nilai tukar komoditas pertanian yang selalu rendah. Jika kondisi berat ini dirasakan awal bulan maret bagi Soleha dan ratusan petani duku lainnya, tak pelak kesedihan apalagi, yang harus mereka rasakan, akhir bulan maret ini, bahkan lebih berat. Kondisi ini bertanbah berat setelah bulan april, ketika sirene kenaikan BBM (bahan bakar minyak) ditiup kencang ke pelosok negeri. Rakyat seumur Soleha, tentu kenyang dengan tiupan terompet itu, lantaran sebelum ditiup dari Jakarta, media sudah “mengipasi” pasar, hingga lonjakan harga (sembako, ongkos angkutan umum, jasa perorangan, sarana produksi pertanian) sesungguhnya sudah terjadi, sebelum subsidi dan kompensasi menghampiri orang seperti mereka, bahkan sembako sudah duluan merangkak naik, ketika antrean panjang di SPBU, telah terjadi sejak pertengahan tahun kemarin. Akhir Ferbruari hingga awal maret ini Pemerintah menyiapkan dua skenario kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. Opsi pertama, harga BBM naik Rp1.500, sehingga menjadi Rp6.000 per liter. Sementara itu, opsi kedua, dipatok besaran subsidi Rp2.000 perliter. Menurut Pemerintah jika opsi pertama dipilih, penghematan subsidi diperkirakan mencapai Rp31,5triliun, meski begitu, versi pemerintah jika opsi kedua yang dipilih, anggaran subsidi lebih terukur. Sebab, penghematannya jelas, yakni Rp2.000 per liter. "Tapi, masalahnya, kalau ditanya berapa inflasinya, itu yang susah. Menurut Pemerintah, dua opsi itulah yang nantinya akan dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Bagi rakyat senyatanya hanya ada satu opsi ; BBM naik dengan berbagai logika pendukungnya. Sedikitnya ada tiga permasalahan energi yang dilogikan pemerintah saat ini, Pertama, pertambahan penduduk dunia berimplikasi pada meningkatnya konsumsi energi, "Pada 2045 diperlukan tambahan 60-70 persen dari energi yang dihasilkan dunia saat ini, itu semua karena ada raise and demand pada bangsa-bangsa sedunia. Kedua, saat ini energi dapat juga menjadi sumber pertentangan, sumber konflik yang bisa menimbulkan krisis di dunia. Seringkali dalam mengembangkan kebijakan energi nasional, maupun policy global tak sedikit dunia terjebak dalam konflik terbuka perebutan sumber-sumber energi. Ketegangan geopolitik di timur tengah dan kawasan teluk berpengaruh terhadap keberadaan energi tingkat dunia, suplai demand, harga energi, Ketiga datang dari kondisi dalam negeri, beberapa tahun terakhir memang ada kenaikan penggunaan (konsumsi) energi di tingkat nasional, impilikasinya bersifat situasional. harga minyak dunia yang kembali meroket, tentu memliki pengaruh dan dampak yang penting bagi kesehatan APBN, subsidi, fiskal. Soleha, tentu bukan pengguna twitter, tak juga terhubung dengan jejaring social lainnya, apalagi situs resmi dan media online, yang mewartakan opsi kenaikan BBM, scenario kenaikan, bahkan jenis subsidi dan kompensasi yang disiapkan, dia tentu tak faham betapa berpeluhnya pemerintah dan parlemen menjelaskan situasi dunia yang tak bisa dihindari, cadangan minyak mentah, ketegangan di kawasan Teluk, Kontrak Produksi Sharing nasional kita yang tak pernah adil, serta carut marut dunia pertambangan lainnya, yang dia faham akhir maret ini bertambah berat, april seterusnya, lebih berat, tanpa dia tahu akhir scenario, jenis dan volume subsidi/kompensasi, serta politisasi subsidi dan bantuan yang kerap diwartakan tv. Soleha lebih tak mahfum lagi, Pemerintah menyiapkan empat paket kompensasi untuk meredam dampak kenaikan harga bahan bakar minyak. berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat berupa transfer uang tunai. Bantuan ini menyerupai Bantuan Langsung Tunai, tapi jumlah dan waktu pengucurannya berbeda. Serta paket lainnya adalah menambah subsidi siswa miskin, jumlah penyaluran beras miskin, subsidi pengelola angkutan masyarakat dan desa. Angka perkiraan pemerintah penerima Bantuan Langsung Sementara dan beras miskin diperkirakan mencapai 18,5 juta rumah tangga sasaran, dengan rasion Satu rumah tangga dikali empat jadi 74 juta jiwa, termasuk dalam jumlah ini adalah 30 juta penduduk hampir miskin, 30 juta penduduk miskin, dan sangat miskin, ditambah 14 juta penduduk yang tidak terdaftar selama ini. "Termasuk nelayan dan buruh. Soleha tak meratap, namun jelas tak bisa memberi jawaban, ketika sisa tagihan pembayaran motor yang digunakan putranya untuk ojek, tak kan mampu dilunasinya, belum lagi kebutuhan sehari-hari, harga pupuk untuk musim tanam sawah tahun ini, “Sebagian besar, ini (uang) untuk bayar biaya opname rumah sakit suami, hasil ngutang empat bulan lalu, jadi tak tau bagaimana melunasi (motornya), ” ujarnya sambil melihat puluhan kotak duku diangkut truck. “Untuk orang (konsumsi) Jakarta, soalnya kita sampe pasar induk,” ujar Muklis sopir truk sambil menelan duku yang barusan dikupasnya. Ironis memang, berlimpahnya buah duku hingga membajiri pasar dan eceran. Panen duku melimpah, namun memerahkan matanya, bahkan mengalirkan air mata ratusan Soleha lainnya lainnya. Kawan saya, bergumam, sedikit mendengkur, Berkah beriring “prahara”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar