Senin, 13 Februari 2012


PWI : jurnalis harus berani lawan kapitalisme

Bojonegoro, Jurnal Sumatra

 (Jurnalis harus berani melawan kapitalisme dengan tetap memperjuangkan kemerdekaan pers sepanjang zaman, kata Ketua PWI Jawa Timur, Achmad Munir.

Dalam dialog Hari Pers Nasional (HPN) Ke-27 di Bojonegoro, Sabtu (11/2), Munir mengatakan, "Kalau dahulu melawan penjajah yang otoriter, kemudian memperjuangkan kemerdekaan pers dari pemberedelan, dan pada masa mendatang berjuang melawan kapitalisme yang bakal memengaruhi pers."

Dialog yang digelar Persatuan Wartawan Bojonegoro (PWB) di Alun-Alun Kota itu dihadiri Bupati Bojonegoro Suyoto, Kepala Dinas Kominfo Djumari, dan wartawan yang tergabung di dalam PWB, serta masyarakat umum.
Lebih lanjut Munir menegaskan, ke depan, wartawan tetap harus berjuang untuk kemerdekaan pers dengan melawan kapitalisme. Atau, tidak lagi berhadapan dengan pemerintahan yang otoriter.

Dialog yang dimoderatori oleh Dekan FISIP Universitas Bojonegoro, Drs. Soebandi, M.Si. itu juga menampilkan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim, Fajar Arifianto. 

Fajar mengutarakan bahwa ada kencenderungan pemilik modal menguasai media massa, terutama TV. 
Dengan menguasai media, lanjut dia, mereka bisa berbicara seenaknya, termasuk memasang iklan. Bahkan, dengan kemampuannya, mereka mampu mengusai dan memanfaatkan media TV dan radio untuk memengaruhi publik.

Oleh karena itu, Fajar Arifianto mengimbau agar masyarakat selektif dan hati-hati sebab tidak semua berita yang ada di TV dan radio itu benar.
Ia mengatakan bahwa KPID juga ikut mengawasi pemberitaan yang ada di media TV, apakah produknya sudah sesuai dengan kaidah jurnalistik atau sebaliknya. Misalnya, penyajian berita tersebut berimbang dan berdasarkan fakta atau tidak.

Baik Achmad Munir maupun Fajar sependapat bahwa penyelesaian sengketa pers diserahkan ke Dewan Pers, dan tidak harus langsung polisi memprosesnya dengan "memanfaatkan" KUHP, misalnya, menjerat dengan pasal pencemaran nama baik, penghinaan, dan fitnah.
Jika produknya--berdasarkan Dewan Pers--memenuhi standar jurnalistik, menurut Munir, media massa harus mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yakni dengan menyiarkan hak jawab dan/atau hak koreksi.

"Kalau media massa tidak melayani hak jawab, dia salah," kata Munir yang juga Kepala Biro LKBN ANTARA Jatim menegaskan.

Dalam menyelesaikan sengketa pers yang ada di daerah, baik media cetak maupun online, kata Munir, Dewan Pers bisa menunjuk Dewan Kehormatan PWI yang ada di daerah untuk melakukan uji produk media massa yang bersangkutan, apakah sudah sesuai dengan standar jurnalistik atau tidak.

"Begitu pula, program yang ada di TV. Kalau terjadi sengketa, diserahkan ke Dewan Pers untuk memberikan kajian program yang bersangkutan," kata Fajar menambahkan. (ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 13 Februari 2012


PWI : jurnalis harus berani lawan kapitalisme

Bojonegoro, Jurnal Sumatra

 (Jurnalis harus berani melawan kapitalisme dengan tetap memperjuangkan kemerdekaan pers sepanjang zaman, kata Ketua PWI Jawa Timur, Achmad Munir.

Dalam dialog Hari Pers Nasional (HPN) Ke-27 di Bojonegoro, Sabtu (11/2), Munir mengatakan, "Kalau dahulu melawan penjajah yang otoriter, kemudian memperjuangkan kemerdekaan pers dari pemberedelan, dan pada masa mendatang berjuang melawan kapitalisme yang bakal memengaruhi pers."

Dialog yang digelar Persatuan Wartawan Bojonegoro (PWB) di Alun-Alun Kota itu dihadiri Bupati Bojonegoro Suyoto, Kepala Dinas Kominfo Djumari, dan wartawan yang tergabung di dalam PWB, serta masyarakat umum.
Lebih lanjut Munir menegaskan, ke depan, wartawan tetap harus berjuang untuk kemerdekaan pers dengan melawan kapitalisme. Atau, tidak lagi berhadapan dengan pemerintahan yang otoriter.

Dialog yang dimoderatori oleh Dekan FISIP Universitas Bojonegoro, Drs. Soebandi, M.Si. itu juga menampilkan Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jatim, Fajar Arifianto. 

Fajar mengutarakan bahwa ada kencenderungan pemilik modal menguasai media massa, terutama TV. 
Dengan menguasai media, lanjut dia, mereka bisa berbicara seenaknya, termasuk memasang iklan. Bahkan, dengan kemampuannya, mereka mampu mengusai dan memanfaatkan media TV dan radio untuk memengaruhi publik.

Oleh karena itu, Fajar Arifianto mengimbau agar masyarakat selektif dan hati-hati sebab tidak semua berita yang ada di TV dan radio itu benar.
Ia mengatakan bahwa KPID juga ikut mengawasi pemberitaan yang ada di media TV, apakah produknya sudah sesuai dengan kaidah jurnalistik atau sebaliknya. Misalnya, penyajian berita tersebut berimbang dan berdasarkan fakta atau tidak.

Baik Achmad Munir maupun Fajar sependapat bahwa penyelesaian sengketa pers diserahkan ke Dewan Pers, dan tidak harus langsung polisi memprosesnya dengan "memanfaatkan" KUHP, misalnya, menjerat dengan pasal pencemaran nama baik, penghinaan, dan fitnah.
Jika produknya--berdasarkan Dewan Pers--memenuhi standar jurnalistik, menurut Munir, media massa harus mengimplementasikan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yakni dengan menyiarkan hak jawab dan/atau hak koreksi.

"Kalau media massa tidak melayani hak jawab, dia salah," kata Munir yang juga Kepala Biro LKBN ANTARA Jatim menegaskan.

Dalam menyelesaikan sengketa pers yang ada di daerah, baik media cetak maupun online, kata Munir, Dewan Pers bisa menunjuk Dewan Kehormatan PWI yang ada di daerah untuk melakukan uji produk media massa yang bersangkutan, apakah sudah sesuai dengan standar jurnalistik atau tidak.

"Begitu pula, program yang ada di TV. Kalau terjadi sengketa, diserahkan ke Dewan Pers untuk memberikan kajian program yang bersangkutan," kata Fajar menambahkan. (ant)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar